Meningkatnya dana hibah secara drastis sebagai usulan Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada Anggaran Persiapan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tangerang Selatan Tahun 2015 ini, dari Rp. 29.568.000.000,- menjadi Rp. 105.264.648.518,- atau naik sebanyak 256% dari anggaran semula (kenaikan sebesar Rp.75.696.648.518,-) sangatlah tidak masuk akal. Patut diduga menjadi “bancakan” Petahana dan KPU Tangsel.
Penegasan itu dilontarkan Koordinator Tangerang Public Transparancy Watch (TRUTH), Suhendar dalam siaran pers yang diterima tangerangsatu.com, Selasa 29 September 2015.
Penegasan itu dilontarkan Koordinator Tangerang Public Transparancy Watch (TRUTH), Suhendar dalam siaran pers yang diterima tangerangsatu.com, Selasa 29 September 2015.
Pemberian hibah, kata Suhendar tidak taat pada asas pengelolaan keuangan daerah, yaitu tidak transparan, berupa pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya.
Diungkapkannya pula, pada APBD murni saja yang sebesar ± Rp. 29 miliar Pemkot Tangsel tidak mempublikasikannya kepada masyarakat, padahal berdasarkan ketentuan yang berlaku, seharusnya Peraturan Walikota yang memuat pencantuman nama penerima, alamat penerima dan besarannya dipublikasikan, bisa melalui web site resmi Pemkot Tangsel maupun media lainnya.
"Artinya, dengan sikap tertutup ini, maka potensi penyalahgunaan dana hibah sangat besar. Misalnya berupa penerima fiktif atau hanya diberikan kepada kelompok/golongan tertentu yang terafiliasi secara politik dan sebagainya, yang pada intinya tidak bertujuan untuk menstimulasi kesejahteraan masyarakat secara umum, melainkan untuk tujuan kepentingan tertentu. Oleh karenanya, kenaikan dana hibah ini tidak memiliki legitimasi etis dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, kenaikan ini justru sangat dekat dengan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme," tegas Suhendar.
Dikatakannya, kenaikan anggaran dana hibah ini terjadi secara drastis dalam momentum Perubahan APBD sebanyak 256% dari anggaran sebelumnya. Hal ini mencerminkan tidak adanya aspek perencanaan yang baik, apalgi saat ini telah memasuki masa Pilkada.
Dikatakannya, kenaikan anggaran dana hibah ini terjadi secara drastis dalam momentum Perubahan APBD sebanyak 256% dari anggaran sebelumnya. Hal ini mencerminkan tidak adanya aspek perencanaan yang baik, apalgi saat ini telah memasuki masa Pilkada.
"Dengan kenyataan tertutup, secara tiba-tiba serta dikaitkan dengan mendekati pelaksanaa Pilkada, maka patut diduga kenaikan anggaran hibah ini bertujuan untuk meningkatkan popularitas, demi memuluskan kemenangan Petahana. Polanya membagi-bagikan dana hibah yang berasal dari APBD ini kepada masyarakat, namun di design sedemikian rupa sehingga seolah-olah, masyarakat yang mendapat dana hibah ini adalah atas kemurahan hati petahana. Padahal dana ini bersumber dari uang masyarakat juga, bukan kantong pribadi Petahana," beber Suhendar.
Dijelaskannya, kenaikan anggaran dana hibah ini bertentangan dengan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Kemendagri No.900/4627/SJ yang keduanya berintikan bahwa “belanja hibah dianggarkan setelah memperioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan”. Beberapa urusan Pemerintahan Wajib di Kota Tangerang Selatan dengan alokasi anggaran dibawah angka Rp. 105.264.648.518,-
"Jika kenaikan anggaran hibah tersebut disetujui oleh DPRD Kota Tangerang Selatan maka hal ini akan berpotensi dipermasalahakan secara hukum," ungkapnya.
Selain itu, sambung Suhendar, berdasarkan data alokasi Urusan Pemerintahan Wajib diatas, maka sesungguhnya terlihat bahwa dalam konteks politik anggaran: bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan, kenaikan anggaran/dana hibah hingga mencapai Rp. 105.264.648.518,- ini jauh lebih penting dari pada meningkatkan alokasi anggaran 13 Urusan Pemerintahan Wajib. Kondisi ini menunjukan bahwa Elite Pemerintah Kota Tangerang Selatan tidak peka terhadap persoalan dan kebutuhan masyarakat, cenderung mementingkan kepentingannya dari pada memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
Dijelaskannya, kenaikan anggaran dana hibah ini bertentangan dengan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Kemendagri No.900/4627/SJ yang keduanya berintikan bahwa “belanja hibah dianggarkan setelah memperioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan”. Beberapa urusan Pemerintahan Wajib di Kota Tangerang Selatan dengan alokasi anggaran dibawah angka Rp. 105.264.648.518,-
"Jika kenaikan anggaran hibah tersebut disetujui oleh DPRD Kota Tangerang Selatan maka hal ini akan berpotensi dipermasalahakan secara hukum," ungkapnya.
Selain itu, sambung Suhendar, berdasarkan data alokasi Urusan Pemerintahan Wajib diatas, maka sesungguhnya terlihat bahwa dalam konteks politik anggaran: bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan, kenaikan anggaran/dana hibah hingga mencapai Rp. 105.264.648.518,- ini jauh lebih penting dari pada meningkatkan alokasi anggaran 13 Urusan Pemerintahan Wajib. Kondisi ini menunjukan bahwa Elite Pemerintah Kota Tangerang Selatan tidak peka terhadap persoalan dan kebutuhan masyarakat, cenderung mementingkan kepentingannya dari pada memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
"Jika alasannya untuk penyelenggaraan Pilkada, juga tidak mendasar serta mengada-ada. Sebab KPU dan Panwaslu sudah diberikan hibah sebagaimana masing-masing dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Untuk KPU Tangsel telah dihibahkan sebesar ± Rp60 miliar dan Panwaslu Tangsel sebesar ± Rp8 miliar. Selain itu, untuk pengamanan juga telah dihibahkan kepada Polres Metro Jaksel sebesar ± Rp4,3 miliar dan Polres Kota
Tangerang sebesar ± Rp3,1 miliar. Oleh karennya, tidak perlu lagi ada kenaikan dana hibah, apalagi naik secara drastis. Terutama pada KPU dan Panwaslu Tangsel yang sudah berjalan, toh sampai dengan saat ini, keduanya juga tidak mempublikasikan progress penggunaan anggarannya, padahal informasi terkait anggaran ini termasuk dalam kualifikasi informasi yang serta merta untuk dipublikasikan," jelas Suhendar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Suhendar menegaskan kenaikan anggaran hibah harus ditolak. Semua pihak harus menahan diri, terutama Petahana. Lebih baik kenaikan anggaran difokuskan untuk memaksimalkan pemenuhan Urusan Pemerintahan Wajib sehingga pembangunan, peningkatan kualitas pelayanan publik: jalan, gedung-gedung, serta membangun sistem dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dapat diwujudkan. Dengan fokus ini, tentu masyarakat dapat merasakan dampak positifnya secara langsung bila dibandingkan kenaikan hibah hanya untuk kepentingan Pilkada.
"Semoga saja fraksi-fraksi Parpol di DPRD Tangsel, terutama Partai Islam seperti Fraksi PKS, Fraksi PKB, Fraksi PPP, berani menolak kenaikan anggaran hibah ini," ujar Suhendar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Suhendar menegaskan kenaikan anggaran hibah harus ditolak. Semua pihak harus menahan diri, terutama Petahana. Lebih baik kenaikan anggaran difokuskan untuk memaksimalkan pemenuhan Urusan Pemerintahan Wajib sehingga pembangunan, peningkatan kualitas pelayanan publik: jalan, gedung-gedung, serta membangun sistem dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih dapat diwujudkan. Dengan fokus ini, tentu masyarakat dapat merasakan dampak positifnya secara langsung bila dibandingkan kenaikan hibah hanya untuk kepentingan Pilkada.
"Semoga saja fraksi-fraksi Parpol di DPRD Tangsel, terutama Partai Islam seperti Fraksi PKS, Fraksi PKB, Fraksi PPP, berani menolak kenaikan anggaran hibah ini," ujar Suhendar.
® Ateng Sanusih/Ida Rosidah
0 Response to "TRUTH Tolak Kenaikan Hibah APBD Perubahan Tangsel"
Post a Comment