Tokoh Penggagas Provinsi Banten, Tryana Sjam'un. (foto:detik,com) |
TangerangSatu.Com TANGERANG – Apakah
selama 16 tahun semenjak disahkannya Banten menjadi provinsi permasalahan
kemiskinan, kebodohan dan pembangunan sudah merata di Banten?
Apakah
cita-cita terbentuknya provinsi sudah sesuai dengan harapan para tokoh
penggagas?
Pertanyaan
tersebut di atas dijawab oleh tokoh penggagas Provinsi Banten, Tryana Sjam’un menjawab,
tidak. Menurutnya, cita-cita masyarakat Banten yang sejahtera, adil dan
diridhoi Tuhan masih jauh panggang dari api.
“Tidak.
Coba kamu lihat ke belakang ini. Yang menyimpang banyak sekali. Saya sudah
lelah mengingatkan kudu kieu.. kudu kitu
(harus begini dan begitu),” kata Triyana bercerita.
Di
satu sisi, Tryana menambahkan dirinya enggan berbicara mengenai pemilihan
Gubernur Banten 2017 akan datang. Apalagi, bersamaan dengan hari jadi Banten,
ada momen pemilihan gubernur serentak yang sedang marak.
Yang
jelas, menurut Tryana, siapapun gubernur Banten akan datang, haruslah sosok
yang mengerti mengenai tujuan awal waktu provinsi ini didirikan. Selain itu, ia
juga mengingatkan bahwa provinsi Banten hanyalah suatu alat untuk mencapai
tujuan masyarakat Banten yang sejahtera. Oleh sebab itu, menurutnya, siapapun
boleh memimpin Banten. Asalkan ia mengerti bagaimana membangun provinsi ke
depan.
“Siapapun
yang memimpin Banten asal inget dengan tujuan. Nggak masalah orang Serang,
Merak, Pandeglang. Daripada dipimpin orang Banten yang zholim,” kata Tryana.
Ia
juga mengatakan bahwa siapapun pemimpin Banten nanti yang menang di Pilkada,
haruslah berperangai baik, dan mengerti bagaimana membangun Banten ke depan.
Pada
satu kesempatan di tahun 2000 saat Tryana Sjam’un dan beberapa tokoh Banten
lain sedang gencar memperjuangkan Banten menjadi provinsi. Mereka datang ke
Bina Graha di komplek Istana Kepresidenan untuk bersilaturahmi dengan Presiden
Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur. Selain itu, di pertemuan tersebut
mereka meminta agar Gus Dur lekas menandatangani hasil sidang DPOD (Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah) terkait pendirian Banten menjadi provinsi baru.
Di
hadapan tokoh-tokoh Banten, ada pesan dari Gus Dur yang masih diingat oleh Tryana
sampai sekarang. Gus Dur mengaku bahwa dirinya masih keturunan dari Banten.
Nenek moyang Gus Dur adalah murid dari Nawawi Al Bantani asal Tanara secara
keilmuan. Maka dari itu, Gus Dur kemudian berpesan jika Banten kelak menjadi
provinsi, jangan sampai provinsi ini tidak makmur.
“Tryana,
kalau Banten sudah jadi provinsi harus makmur. Jangan lagi ada orang-orang
Banten bawa-bawa sapu ke Jakarta untuk cari-cari kerjaan,” Kata Tryana menirukan
pesan dari Gus Dur waktu itu.
Mendengar
pesan tersebut, Tryana hanya bisa membenarkan. Setelah itu, ia meminta Gus Dur
agar segera menandatangani berkas hasil sidang DPOD.
Tanggal
4 Oktober merupakan hari ulang tahun Provinsi Banten. Perjuangan masyarakat
Banten agar menjadi provinsi sendiri sebetulnya telah dimulai ketika daerah ini
masih bernama Residen Banten pada tahun 1945 di bawah pimpinan KH Achmad
Chatib. Di tahun itu kemudian Banten berusaha ingin menjadi provinsi tersendiri
karena memiliki keistimewaan bekas Kesultanan Banten.
Sayangnya,
Banten tetap menjadi bagian dari Jawa Barat. Undang-undang No. 14 Tahun 1950
menetapkan Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang adalah bagian dari Jawa Barat.
Baru 50 tahun kemudian, daerah ini baru bisa mandiri sendiri menjadi provinsi
baru.
Sayangnya,
meskipun sudah 16 tahun mandiri, berdasarkan data yang dimiliki Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Banten, pada September 2014 jumlah penduduk miskin
masih 649,19 ribu jiwa. Lalu, pada 2015 di periode yang sama angka itu
meningkat menjadi 690,67 ribu jiwa. Jumlah penduduk Banten saat ini sekitar 10
juta jiwa. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin berkisar 6 persen.
- Ateng Sanusih/detik.com
0 Response to "16 Tahun Jadi Provinsi, Cita-cita Masyarakat Banten Masih Jauh Panggang dari Api"
Post a Comment