Penanggulangan Radikalisme tidak Bisa Parsial


Seminar deradikalisasi yang digelar Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Tangerang, Sabtu 19 November 2016 di gedung Cisadane dihadiri 100 guru pesantren sekota Tangerang. (foto: tangerangsatu.com - ida rosidah)


TangerangSatu.com  KOTA TANGERANG – Pengaruh paham radikal sudah di depan mata. Bahkan sudah masuk ke beberapa lembaga pendidikan. Penanggulangan radikalisme harus serius, tidak bisa secara parsial. Harus sinergi berbagai elemen – lembaga pendidikan, Ormas/LSM, Instansi/lembaga dan lingkungan masyarakat sekitar.

Lingkungan pendidikan dan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan emosi dan perilaku pemuda.

“Untuk menangkal bahaya radikalisme, pelajari Islam secara benar dan paripurna pada ahlinya. paham dan kenali radikalisme  serta modus perekrutannya. Tolak tegas bila mulai diajak kajian yang sembunyi-sembunyi. Berdialog dengan orang yang mengerti bila mendapatkan materi Islam yang tidak dimengerti,” jelas mantan anggota gerakan radikal Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan saat menjadi pembicara dalam seminar deradikalisasi yang digelar Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Tangerang, Sabtu 19 November 2016 di gedung Cisadane. 

Di hadapan 100 guru pesantren sekota Tangerang, Ken Setiawan yang kini mendirikan NII Crisis Center (NCC) memaparkan bahaya paham radikal dari gerakan NII. Ken pernah bergabung dalam NII selam hampir tiga tahun. Kini ia sadar bahwa gerakan tersebut sesat.

“Kritis walaupun dalam konteks agama agar tidak mudah tersugesti yang merupakan pintu awal perekrutan,” ungkap Ken Setiawan.

Doktrin gerakan radikal, terang Ken Setiawan, menafsirkan Al Qur’an  dan hadits dengan nafsunya. Takfiri atau menganggap di luar kelompoknya adalah kafir yang halal harta dan darahnya. Hakimiyah atau menafsirkan hukum hanya milik Allah sehingga bila ada pemerintahan yang membuat hukum dan tidak bersyariat Islam dianggap thogut (setan). Jihad bi ma’na qital yaitu jihad yang hanya diartikan sebagai perang fisik dan angkat senjata. Irhabiyah atau teror menjadi keharusan dengan alasan untuk menggetarkan hati musuh.

Dari 13 pelaku bom bunuh diri, mereka rentang usianya adalah kisaran 19 – 30 tahun. Sasaran rekrtumen mereka memang dari kaum muda,” ungkap Ken Setiawan.

Dijelaskannya, jika tidak ada yang mengawasi, menyadarkan, dan merehabilitasi, mereka yang keluar dari NII berpotensi bergabung ataupun direkrut sebagai anggota kelompok teroris yang siap menjadi “pengantin”. Para pemuda yang menjadi anggota NII berpotensi hancur masa depannya karena kehilangan pekerjaan, putus sekolah, dan terasingkan dari lingkungan kehidupan sosial sehingga menimbulkan kecemasan, ketakutan yang berdampak pada keresahan sosial.

“Mereka melakukan tindakan melanggar hukum untuk memenuhi target yang diprogramkan NII dengan menghalalkan segala macam cara,” ungkap Ken Setiawan.



Upaya Preventif

Kepala Seksi Politik Dalam Negeri (Kasi Poldagri) Kantor Kesbangpol Kota Tangerang, Kaonang di sela-sela seminar deradikalisasi tersebut kepada tangerangsatu.com menjelaskan, program deradikalisasi untuk mencegah preventif aksi terorisme. 

Penanggulangan radikalisme, beber Kaonang harus dilakukan secara menyeluruh, sebab aksi teror memilik dampak yang sangat merusak. 

"Kita harus mengatasi inti radikalisme," sebut Kaonang.
Pemerintah Indonesia, lanjut Kaonang melakukan deradikalisasi sebagai salah satu cara lunak mengatasi terorisme di Indonesia. Masalah ideologi tidak mudah untuk mengubahnya. Untuk itu, konsep deradikalisasi kini tengah digiatkan. Kesbangpol Kota Tangerang memaksimalkan deradikalisasi dan merangkul semua unsur masyarakat, termasuk LSM, Ormas dan para pemimpin lintas agama juga dilibatkan.

Sementara itu tokoh pemuda Neglasari yang juga memandu seminar deradikalisasi, Sanrodi Kuchay mengatakan kegiatan itu dapat mengantisipasi dan menjaga kaum muda untuk lebih berhati-hati terhadap paham radikalisasi yang mulai meliriknya.

“Bila mereka terperosok dalam lubang radikalisme, akan didoktrin dan direkrut untuk melakukan paham bahaya di lingkarannya,” terang Sanrodi Kuchay.

Seminar deradikaslisasi yang digelar Kantor Kesbangpol Kota Tangerang, sambung Sanrodi Kuchay membangun paradigma baru kaum muda santri agar dapat memahami lebih baik mengenai radikalisme dan terorisme.

Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Qur’an, Panunggangan Barat, KH Imam Nawawi Nasution meminta kepada Kantor Kesbangol agar terus melakukan giat deradikalisasi.

“kegiatan ini sangat bagus dan menarik. Hendaknya Pemkot Tangerang jangan terputus sampai di sini melakukan deradikalisasi. Kami khawatir terhadap ketenteraman umat oleh aksi radikalisme. Terus giatkan deradikalisasi seantero Kota Tangerang,” ujar KH Imam Nawawi Nasution.

  • Ateng Sanusih | Ida Rosidah 



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penanggulangan Radikalisme tidak Bisa Parsial"

Post a Comment