Tak hanya bertentangan, jika aturan tersebut benar dikeluarkan bisa memperkeruh usaha pemberantasan korupsi di Indonesia. "Perpres antikriminalisasi itu keliru. Bukannya menyelesaikan masalah sesungguhnya, malah menjadi bumper pejabat," katanya Oce, di Fakultas Hukum UGM, Rabu (8/7/2015).
Menurut Oce, Presiden juga akan menemui banyak permasalahan sulit apabila hendak merumuskan isi dari poin Perpres tersebut. Sebab, ia melanjutkan, mantan Presiden Megawati juga pernah mengeluarkan Inpres hampir serupa untuk kasus BLBI.
"Megawati dulu pernah mengeluarkan Inpres untuk release and discharge BLBI. Isinya, mereka yang mengembalikan dana tidak akan ditindak pidana. Itu instruksi presiden memberikan jaminan kepada pengemplang BLBI. Ini menjadi problematik karena bertentangan dengan UU Tipikor," ujarnya.
Oce menuturkan, jika memang ada kasus hukum dan itu adalah korupsi, seharusnya tetap ditindak dengan UU Tipikor. Alasannya, Presiden tidak bisa menganulir UU.
"Presiden tidak punya kewenangan itu, lagi pula ini kan tergantung rezim pemerintah. Okelah, sekarang Presiden Jokowi bisa memerintahkan polisi untuk tidak melakukan kriminalisasi, tapi bagaimana setelah Jokowi tidak lagi berkuasa. Nanti kasusnya seperti Dahlan Iskan. Aman di pemerintahan sebelumnya, dihabisi pemerintah setelahnya," kata Oce.
Oce pun meminta Presiden tetap menerapkan aturan yang sudah ada. Ia berpendapat, apabila pejabat tidak korupsi seharusnya tidak usah merasa takut hingga perlu dilindungi Perpres antikriminalisasi.
"Lebih baik Presiden memperbaiki regulasi dan menutup celah korupsi. Perpres malah bisa jadi bumper. Kalau sudah begitu pejabat pesta pora," ucapnya.
0 Response to "Pukat UGM, Perpres Anti Korupsi Bertentangan Dengan UU Tipikor"
Post a Comment