Upaya pemerintah untuk
menstabilkan nilai rupiah yang terjadi hampir satu bulan ini belum menunjukan
hasil yang positif, bahkan pelemahnya nilai tukar rupiah kini menembus angka
hingga Rp14.082 per USD.
Pelemahan nilai tukar rupiah
tersebut berakibat pada melemahnya produksi aneka komoditas, termasuk tahu dan tempe
karena harga kedelai yang menjadi bahan baku utamanya di pasaran
melonjak naik dan kini harga kedelai sudah mencapai Rp7.500 per kilo gram.
Mukti,
salah seorang pengrajin tempe rumahan di Kampung Ranca Sadang, Desa Margasari,
Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang mengatakan, kenaikan harga kedelai
sudah terjadi sejak Senin (24/8/2015) lalu.
"Kenaikan
harga kedelai sekaligus mengakibatkan penurunan omset kami," kata Mukti kepada tangerangsatu.com, Selasa (34/8)
Mukti
mengaku, bila biasanya dalam sehari dia bisa meraup untung Rp600 ribu, namun
sejak naiknya kedelai pendapatannya merosot menjadi Rp400 ribu. "Saya pun khawatir, apabila kedelai terus naik,
tentunya para pengrajin akan gulung tikar," jelasnya
Hal serupa juga di tuturka oleh
Abdul Wahid. Pengrajin tempe yang
berdomisi di kelurahan utabaru Pasar Kemis ini juga mengeluhkan mahalnya harga
kedelai.
“ Terpaksa kami mengurangi ketebalan pada tempe,
akibatnya para ibu rumah tangga komplain “
katanya
Ia
berharap, pemerintah dapat menstabilkan harga sejumlah bahan pokok yang kian
melambung tinggi "Produksi tempe itu harus pakai kedelai impor. Kalau
pakai kedelai lokal tidak jadi (tahu dan tempe). Jika, nilai tukar rupiah tidak
kunjung stabil tentu kami akan gulung tikar," pungkasnya.
0 Response to "Terancam Bangkrut, Pengrajin Tempe Minta Pemerintah Serius Tangani Pelemahan Rupiah"
Post a Comment