Pakai Lahan Setu, 81 Pemilik Usaha Direlokasi

Sekitar 18 hektare lahan Setu Sasak, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mulai ditata kembali ke fungsinya. Dari 25 hektare luas total setu semestinya, sudah puluhan tahun sebagian besar beralihfungsi sebagai lahan komersil.

Proses inventarisir sudah dilakukan setahun belakangan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung - Cisadane (BBWSCC) dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Dapat diketahui, lahan setu seluas 18 hektare itu terakhir dimanfaatkan 81 pemilik usaha berasal dari warga sekitar sebagai area pemancingan umum dan penakaran ikan. Kondisi tersebut bahkan sudah berlangsung cukup lama, sejak tahun 1970-an.

Kepala Bidang Bina Manfaat pada Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Tangsel, Aji Awan mengutarakan, tidak hanya melakukan revitalisasi, BBWSCC dan pemerintah daerah setempat juga menyediakan lahan relokasi bagi usaha warga yang sebelumnya memanfaatkan lahan setu. Tempat usaha dengan izin hak garap itu disediakan di samping setu dengan luas lahan tiga hektare.

"Setu Sasak kini hanya tersisa sekitar 7,71 hektare. Dari hampir 18 hektare yang beralihfungsi, 13 hektare kita keruk dan kembalikan sebagai penampungan air, 3 hektare lahan relokasi usaha warga, dan sisanya (sekitar dua hektare) untuk dibangun area hijau setu. Program ini bagian dari rencana revitalisasi setu-setu yang ada di Kota Tangsel. Sekarang ini, sudah ada tiga setu yang direvitalisasi, yakni Setu Pondok Jagung (Serpong Utara),Tujuh Muara (Pamulang), dan Sasak (Pamulang)," terang Awan, Kamis (10/9).

Sebagai tahap awal, proses pengerukan tengah berjalan. Dari 13 hektare lahan yang dikeruk, ditargetkan pengerjaannya dapat rampung hingga bulan November 2015.

"Titik lokasi ada di perbatasan antara (Kelurahan) Pamulang Barat, Pamulang Timur, dan Ciputat. Bulan November baru selesai pengerukan tanah saja," tambahnya.

Setelah rampung direvitalisasi, sambung Awan, kapasitas tampung air di Setu Sasak secara otomatis dipastikan jauh lebih meningkat. Sehingga kejadian banjir di hilir maupun hulu bisa berkurang. Berdasarkan kondisi Setu Sasak yang tersisa belakangan ini, memiliki kedalaman sekitar tujuh meter.

"Kita maunya nanti alur sungai yang sedang dikeruk sekarang agak dalam. Mungkin bisa saja sampai 10 meter. Jadi tinggal hitung saja berapa meter kubik daya tampung tambahan apabila ada 13 hektare lagi yang direvitalisasi," paparnya.

Saat disinggung kondisi sedimentasi dan alih fungsi lahan setu yang sudah terjadi terlalu berlarut, Awan mengatakan hal itu terbentur masalah kewenangan penanganan setu. Dimana, kewenangan revitalisasi hingga pemeliharaan setu masih dipegang oleh pemerintah pusat.

"Masalah penanganan kewenangan kan silih berganti aturannya. Kemudian dari sisi penganggaran juga. Sekarang ini pemerintah sedang fokus ke pengendalian banjir. Bagaimana meningkatkan daya tampung setu-setu di bagian hulu," jelasnya.

Berdasarkan pantauan di lokasi, sebagian pemilik usaha sudah mulai membongkar bangunan semi permanennya serta kolam-kolam pancing dan budidaya ikan. Beberapa kolam sudah mengering dan ditinggalkan pemilik usaha. Satu alat berat pun terlihat terus beroperasi mengeruk tanah.

Ditemui di tempat sama, Inang, 48, salah satu pemilik usaha pemancingan dan budidaya ikan di lahan Setu Sasak menceritakan, sudah 30 tahun lalu dirinya memanfaatkan lahan sekitar sebagai tempat usaha. Lahan dengan luas 6.000 meter persegi yang dipakainya didapat dengan cara membeli dari warga penggarap sebelumnya. Saat itu, Inang mendapati lahan yang akan dibelinya sudah dalam bentuk sawah garapan maupun kolam.

"Dulu sih masih murah belinya. Cuma puluhan ribu saja. Yah paling mahal pernah beli harga Rp 50 ribu," ucapnya.

Meski harus mengeluarkan uang untuk membeli lahan dengan status milik negara, namun tidak terasa dinilai merugikan bagi Inang. Dalam satu bulan, warga RT01/01 Nomor 39, Pamulang Barat, Pamulang itu setidaknya mampu menjual sebanyak dua ton ikan dari kolam pancing maupun penakaran.

"(Adanya rencana relokasi) kita mah ikut saja. Karena memang itu yang bisa kita dapatkan sebagai penggarap. Kita minta waktu saja buat memindahkan kayu-kayu buat bikin bangunan di tempat baru," pintanya.

Kembali ditambahkan Awan, sejak bulan Juni - Agustus 2015, sudah dilakukan sebanyak 11 kali sosialisasi kepada warga penggarap. Tujuannya, supaya mereka bersedia direlokasi.

"Sosialisasi sempat panas sampai pertemuan kelima. Awalnya, mereka (penggarap) merasa sudah nyaman dengan usaha yang sedang berjalan dan khawatir pendapatannya berkurang setelah direlokasi," ujar Awan.

Kepada 81 penggarap yang menggunakan lahan relokasi seluas tiga hektare, masing-masing diberi legalitas berupa surat izin garap dari pemerintah pusat. Syaratnya, tiap tahun warga penggarap diwajibkan memperpanjang surat izin garap yang dikantonginya.

"Tempat relokasi nanti tepat dipinggir setu. Izin harus terus diperpanjang tiap tahunnya. Jadi lahan garapan sulit untuk diperjual-belikan. Karena perpanjangan hanya bisa dilakukan oleh nama yang terdaftar sejak awal," pungkasnya.(AZ)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pakai Lahan Setu, 81 Pemilik Usaha Direlokasi"

Post a Comment