Penetapan Hari Santri Nasional Untuk Kepentingan Bangsa Indonesia

Kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad 22 Oktober yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Istilah santri memang asli dari Indonesia, berbeda dengan istilah siswa yang berasal dari Belanda.


Penetapan Hari Santri Nasional bukan hanya sebagai agenda kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang ketika itu digerakkan oleh Resolusi Jihad, yakni fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari yang menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajah hukumnya fardhu 'ain atau wajib bagi setiap individu. 

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul 'Ulama (PC NU) Kota Tangerang, KH Bunyamin menjelaskan hal itu kepada tangerangsatu.com berkaitan ditetapkannya 22 Oktober menjadi Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo.

"22 Oktober lebih tepat karena alasan historis. Ribuan pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan presiden terkait dengan Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah negara. Langkah Presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI," ungkap  Ketua PC NU Kota Tangerang KH Bunyamin.

Ada tiga argumentasi utama yang menjadikan Hari Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara:

Pertama, Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama, berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945.

Kedua, jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam (daerah Islam) pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936. Sepuluh tahun berdirinya NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa.

Ketiga, kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para kiai dan santri selalu berada di garda depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang tidak bisa dikompromikan.

Dengan demikian, Hari Santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari kelompok pesantren. Ini wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa, memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah tidak terhitung lagi.

“Peransantri dalam pembangunan nasional selayaknya yang tergabung dalam NU, karena NU identik dengan santri. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memberdayakan santri, santri berdayakan Ormas. Ormas berdayakan anggota dan anggota berdayakan masyarakat. Semuanya berkesinambungan,” jelas KH Bunyamin.

Adanya sinergitas antara pemerintah daerah dan pusat dalam pemerataan pembangunan dengan merdayakan santri dan kiai untuk sama- sama bergabung dalam pemberdayaan ekonomi telah lama terbangun.

“Santri punya falsafah, ta'at Allah, ta'at Rasulullah, ta'at kiyai, ta'at orang tua, dan cinta damai, ungkap KH Bunyamin.



·     Ateng Sanusih | Ida Rosidah

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Penetapan Hari Santri Nasional Untuk Kepentingan Bangsa Indonesia"

Post a Comment