- Ateng Sanusih | Ida Rosidah
Diberlakuannya pasar tunggal Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) oleh banyak kalangan, Indonesia dinilai belum cukup siap. Bahkan muncul berbagai pandangan skeptik dan kekhawatiran yang berlebihan atas dampak pemberlakuan pasar tunggal Asean 2015, karena dapat menekan dan memporakporandakan pasar serta perekonomian domestik Indonesia.
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Ditinjau
dari berbagai parameter daya saing, Indonesia tidak satu pun memiliki
keunggulan yang signifikan dibanding negara-negara pesaing. Bahkan, untuk
beberapa parameter, posisi Indonesia tertinggal jauh di belakang negara-nagara
Asean lainnya.
Ketua Umum Dewan Pimpinan
Pusat (DPP) Hipmikindo, Syahnan Phalipi menjelaskan hal itu kepada www.tangerangsatu.com,
Minggu 21 Februari 2016.
Diungkapkannya, satu-satunya keunggulan yang dimiliki
Indonesia hanya dari segi pengusaan bahan baku berbasis sumber daya alam, baik
mineral maupun agro. Namun, dengan pemberlakuan pasar tunggal Asean, dapat
dipastikan Indonesia akan semakin kehilangan nilai tambah dari sumber daya alam
yang dimiliki.
“Berdasarkan kajian Kementerian Perindustrian, terdapat empat faktor
yang membuat daya saing Indonesia di bawah rata-rata negara pesaing di kawasan
Asean yakni, kinerja logistik,
tarif pajak, suku bunga bank, dan produktivitas tenaga kerja,” jelas Syahnan Phalipi.
Lebih lanjut
Syahnan Phalipi menjelaskan, kini pasar tunggal Asean sudah menjadi komitmen
bersama warga bangsa di kawasan Asean yang harus dijaga dan diwujudkan. Oleh
karena itu, berbagai kelemahan tersebut hendaknya menjadi pemicu agar bangsa
ini lebih menyadari akan ketertinggalannya dan bersemangat bangkit menghadapi
pemberlakuan pasar tunggal Asean 2015 dengan kepercayaan diri yang lebih tinggi
dan kesiapan bertindak yang lebih baik.
Namun perlu dipedomani bersama
bahwa pemberlakuan pasar tunggal ASEAN tidak boleh mengorbankan kepentingan
nasional, apalagi menyengsarakan kehidupan warga bangsa ini.
“Pasar tunggal MEA jangan
mengorbankan kepentingan nasional, apalagi sampai menyengsarakan rakyat Indonesia,”
tegas Syahnan Phalipi.
Upaya mengamankan kepentingan
nasional dari pemberlakuan pasar tunggal Asean perlu ditempuh dengan cara-cara
yang arif tetapi harus berpihak. Dalam hal ini, berpihak kepada upaya
penyelamatan dan penguatan peran UMKM dalam perekonomian, terutama pada
sektor-sektor usaha yang strategis dan merupakan inti dari usaha ekonomi
rakyat.
Hasil pemetaan terhadap
kondisi keekonomian UMKM di Indonesia saat ini, lanjut Syahnan, BPS menunjukkan
bahwa dari 51,27 juta pelaku ekonomi yang ada, sekitar 98,90% terkonsentrasi
pada sektor usaha mikro, 1,01% pada sektor usaha kecil, 0,08% pada sektor usaha
menengah dan sekitar 0,01% terkonsentrasi pada sektor usaha besar. Dari segi
penyerapan tenaga kerja, sekitar 89,30% terserap pada sektor usaha mikro, 4,30%
pada sektor usaha kecil, 3,50% pada usaha menengah, dan sekitar 3,00% terserap
pada sektor usaha besar. Sedangkan dari segi kontribusinya dalam pembentukan
Produk Domestik Bruto (PDB), memperlihatkan tren yang berbeda, di sektor usaha
mikro menyumbang sekitar 32,10%, sektor usaha kecil menyumbang sekitar 10,10%,
sektor usaha menengah sekitar 13,40% dan sisanya sekitar 44,40% disumbang oleh
sektor usaha besar.
Dari hasil
pemetaan tersebut, diyakini bahwa UMKM masih merupakan sendi utama perekonomian
Indonesia. Secara kuantitatif UMKM masih mendominasi lapangan ekonomi di negeri
ini, baik dilihat dari segi jumlah satuan unit usaha maupun dari segi jumlah
serapan tanaga kerja.
Sedangkan kontribusinya dalam
pembentukan PDB, ternyata sektor usaha besar masih merupakan sektor yang paling
besar kontribusinya dalam pembentukan PDB, menyusul sektor usaha mikro, kecil
dan sektor usaha menengah. Hal ini mengindikasikan bahwa produktivitas (PDB per
tenaga kerja dan PDB per sektor usaha) sektor UMKM masih rendah.
Kendati demikian, kata
Syahnan, keberadaan UMKM hendaknya tidak lagi dilihat sebagai usaha ekonomi
tradisional yang tidak produktif, melainkan harus diperlakukan sebagai ekonomi
jejaring yang mampu menghubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dan
kemandirian UMKM ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi yang
mendorong terbentuknya suatu jejaring pasar domestik diantara sentra dan pelaku
UMKM.
Dalam ekonomi jejaring, UMKM
dapat menerapkan sistem open consumer
society cooperatives, yang memposisikan konsumen sekaligus sebagai pemilik
dari berbagai usaha dan layanan yang dinikmatinya, sehingga terjadi suatu
siklus kinerja usaha yang paling efisien karena pembeli adalah juga pemilik
sebagaimana diiklankan di banyak negara yang menganut sistem welfare state dengan motto “belanja
kebutuhan sehari-hari di toko milik sendiri”.
“Upaya memperkuat peran sektor
UMKM diarahkan pada sektor-sektor industri unggulan yang diharapkan menjadi
penyelamat ekonomi Indonesia di era pasar tunggal ASEAN yang meliputi sembilan
komoditas industri nasional yang saat ini daya saingnya relatif lebih tinggi
dibanding negara-negara Asean. Kesembilan komoditas tersebut mencakup
produk-produk berbasis agro (CPO, kakao, dan karet), ikan dan produk olahannya,
tekstil dan produk tekstil, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur,
makanan dan minuman, pupuk dan petrokimia, mesin dan peralatannya, serta logam
dasar, besi dan baja. Upaya-upaya ini memerlukan dukungan pembiayaan dan
percepatan kebijakan pendanaan yang kondusif,” paparnya.
Upaya-upaya tersebut jika
disertai dengan penyiapan SDM yang berdaya saing dan berdaya juang tinggi maka
akan menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi pula. Sebaliknya, jika daya
saing keduanya rendah maka kekuatan pasar domestik akan terus melemah dan pasar
domestik akan dibanjiri oleh produk-produk impor.
Penguatan pasar domestik,
jelas dia, sangat mendesak untuk dilakukan mengingat 40% pasar Asean ada di
Indonesia. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa, pasar
domestik Indonesia akan sangat menjanjikan bagi negara-negara Asean.
“Pemerintah, pengusaha, dan
segenap pemangku kepentingan harus berkomitmen untuk lebih awal menguasai pasar
domestik dengan lebih agresif dan progressif, harus bersatu padu dalam menghadapi
pemberlakuan pasar tunggal Asean, dan harus optimistis bahwa pemberlakuan pasar
tunggal Asean adalah sebuah peluang emas, bukan ancaman yang perlu ditakuti.
Seluruh pelaku UMKM harus bisa melakukan koneksi dengan sesamanya dan dengan
kelompok pelaku usaha lainnya di tempat lain,” paparnya.***
0 Response to "Pemberlakuan MEA Jangan Mengorbankan Kepentingan Nasional"
Post a Comment