Anemia gizi hingga saat ini masih perlu
mendapatkan perhatian serius di Indonesia. Program suplementasi Tablet Tambah
Darah (TTD) telah dilaksanakan sejak tahun 1990-an sebagai salah satu upaya
penanganan masalah anemia gizi tersebut selain pendidikan gizi dan fortifikasi.
Saat
ini program tersebut masih terus dibutuhkan. Oleh sebab itu, Dinas Kesehatan
Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menggelar Diseminasi Pencegahan Anemia pada
Remaja Putri dan Pencanangan Minum TTD di auditorium Omni Hospital, Serpong
Utara, Jumat kemarin.
Menurut
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Suharno, dalam dua dekade
terakhir, masalah anemia cenderung mengalami penurunan. Namun saat ini
prevalensinya masih cukup tinggi. Data Riskendas 2013, menunjukan masalah
anemia pada ibu hamil mencapai 37,1 persen, sementara prevalensi pada perempuan
usia 15 tahun atau lebih adalah sebesar 22,7 persen.
“Ke depan
pemberian TTD tidak hanya ditekankan pada ibu hamil, tetapi juga kepada remaja
putri, dan tingkat capaian pemberiannya menjadi indikator pencapaian program.
Target nasional Persentase Remaja Putri yang mendapat TTD adalah 15 persen
sedangkan di kota Tangsel sendiri menargetkan 20 persen,” ungkap Suharno.
Makanya
kata Suharno, pihaknya menggelar kegiatan tersebut untuk mensosialisasikan kepada
masyarakat terutama remaja putri untuk minum TTD. Dengan harapan mampu
meningkatkan kepatuhan minum TTD pada siswa SMA sederajat.
“Seluruh
pelajar tingkat SMA dibagikan tablet tambah darah. Ini untuk mencegah anemia
pada remaja. Tablet ini bisa didapatkan di seluruh Puskesmas terdekat dengan
gratis,” katanya.
Saat
ini, sambung Suharno, remaja banyak yang hanya suka untuk mengkonsumsi makanan
tertentu, sehingga tubuhnya tidak mendapatkan asupan gizi yang bervariasi.
“Dengan
ketidakberagaman makanan yang dikonsumsi dapat memicu penurunan produksi sel
darah merah, sehingga mudah untuk terjadi anemia. Kalau kurang darah juga
berakibat berkurangnya kecerdasan,” pungkasnya.
Sementara
Wakil Walikota Tangerang Selatan Benyamin Davnie dalam sambutannya mengatakan
bahwa anemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain defisiensi zat
besi, defisiensi vitamin B1, defisiensi asam folat, penyakit infeksi faktor
bawaan dan perdarahan.
Berdasarkan
hasil data The World bank tahun 2006 pada Negara berkembang 40 persen anemia
disebabkan karena defisiensi zat besi yang dikenal dengan istilah anemia gizi
besi.
“Pola
makan yang miskin zat gizi besi, tingginya prevalensi kecacingan, dan tingginya
prevalensi malaria di daerah endemis merupakan faktor-faktor yang sering dikaitkan
dengan tingginya defisiensi besi di Negara berkembang,” jelasnya.
Anemia
gizi besi sebenarnya tidak perlu terjadi bila asupan makanan sehari-hari
mengandung cukup zat besi , terutama pangan hewani yang kaya akan zat besi,
seperti pada hati, ikan dan daging yaitu merupakan sumber zat besi yang mudah
diserap oleh tubuh.
“Namun,
pangan hewani masih kurang terjangkau oleh kebanyakan masyarakat karena
harganya yang relatif mahal, oleh karena itu dapat dipahami mengapa prevalensi
anemia di Indonesia tinggi untuk semua kelompok umur,” pungkasnya.
Wakil
Walikota mengajak untuk terus membangun kota Tangsel tercinta dengan ikut serta
dan berperan aktif dalam pemberian TTD kepada remaja terutama putri untuk
mencegah anemia akibat kekurangan zat besi.
Masih
di lokasi yang sama, narasumber dari Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia (UI) Endang Achadi menyebutkan 63 persen disefisiensi zat
besi disebabkan pola makan yang kurang baik.
“Pola makan kurang zat besi
mengakibatkan anemia gizi besi,” ungkapnya.
Menurutnya
remaja yang merasakan sering merasa pusing, lemah, pucat di telapak tangan,
letih dan lesu salah satu faktor kurangnya konsumsi zat besi sehingga anemia.
“Anemia
yang sering terjadi adalah anemia gizi besi. Yaitu anemia yang terjadi karena
kekurangan zat besi dari makanan yang dikonsumsi atau karena kehilangan darah
yang berlebihan dan tidak mampu diganti dengan konsumsi makanan,” ujarnya.
Kata
dia, Anemia banyak terjadi di kehidupan para remaja, khususnya remaja putri.
Hal ini dapat terjadi karena para remaja putri sedang berada pada masa puber
maka kebutuhan zat besi untuk menyeimbangkan perkembangan tubuh semakin besar.
“Selain
itu, beban ganda yang diemban adalah mengalami menstruasi, berarti juga
memiliki kebutuhan untuk menggantikan zat besi hilang bersama darah haid. Jika
asupan zat gizi terpenuhi tidak akan mengalami anemia,” terangnya.
Biasanya
para remaja cenderung suka mengkonsumsi junk food dan fast
food, padahal kedua jenis makanan tersebut tidak memiliki kandungan gizi
yang lengkap. Sebaliknya, para remaja juga gengsi untuk mengkonsumsi makanan
tradisional, karena sudah tidak mengikuti tren.
“Sebenarnya
makanan tradisional juga banyak yang memiliki cita rasa dan variasi zat gizi.
Makanan tradisional lebih mengutamakan bahan-bahan dari alam, sehingga jelas lebih
sehat,” jelasnya.
- Ateng Sanusih | Ida Rosidah
0 Response to "Remaja Putri Dihimbau Minum TTD"
Post a Comment