oleh: Dody Riyadi HS
TangerangSatu.com - Salah
satu film fenomenal bergenre pendidikan adalah Laskar Pelangi. Pengaruh
film tersebut sangat kuat. Film berdasarkan memoar Andrea Hirata itu menyentuh
kesadaran kependidikan seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat ingin pengalaman
anak didik Bu Muslimah tak cuma ada dalam sejarah hidup Andrea Hirata yang
dituangkan dalam novel dan film. Semua ingin pengalaman Andrea Hirata menjadi
nyata dalam dunia pendidikan Indonesia. Masih relevan menggali prestasi dan
nilai-nilai pendidikan Laskar Pelangi.
Di
dunia perfilman, Laskar Pelangi memenangi lima kategori di Indonesian
Movie Awards (IMA) 2009. Film yang disutradarai Riri Riza itu meraih enam
predikat terpuji di Festival Film Bandung (FFB) ke-22. Di Iran, Laskar
Pelangi meraih The Golden Butterfly Award dari International Festival of
Films for Children and Young Adults untuk kategori film terbaik. Iran masyhur
karena film fenomenal Children of Heaven.
Dari segi penonton, Laskar Pelangi pemegang rekor 4,6 juta, satu juta
lebih banyak dari penonton Ayat-ayat Cinta.
Selain
prestasi perfilman, Laskar Pelangi menjadi sumber inspirasi. Ketulusan
Ibu Muslimah dalam memberikan layanan pendidikan diganjar penghargaan oleh
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam Laskar Pelangi, Bu Muslimah
konsisten dengan keikhlasannya. Dia tidak bergeming dengan berbagai godaan
seperti pindah mengajar ke sekolah negeri. Apa pun mesti ditepis bila
kontraproduktif dengan keikhlasan, moral utama guru. Tanpa ikhlas,
profesionalisme guru tak mampu memberdayakan secara paripurna (totally
empowerment) anak didik. Keikhlasan tak menuntut apa pun dari siswa.
Tuntutan keikhlasan hanyalah memberikan hal terbaik yang dimiliki, tanpa
pamrih, tanpa harapan apa pun.
10
Tokoh 2008 versi Tempo, Laskar Bupati dan Wali Kota, jelas terinspirasi Laskar
Pelangi. Lewat kebijakan politik propublik, mereka memberdayakan daerah,
memenuhi hak dasar rakyat, yaitu memfasilitasi ekonomi lokal, menyediakan
sarana-prasarana kesehatan dan pendidikan berbiaya terjangkau dengan layanan
prima. Esensi otonomi daerah mentransformasi elite lokal menjadi laskar,
pelayan rakyat, bukan raja kecil bertabiat korup. Laskar Bupati dan Wali Kota
pilihan Tempo merepresentasikan sangat
sedikit pemimpin daerah yang janji kampanyenya segera menjadi kenyataan.
Bukannya menjadi laskar pendidikan, para kepala daerah itu, seperti ditunjukkan
mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, bersama kroni dan keluarga besarnya,
justru menjadi laskar koruptor yang merampok kesejahteraan rakyat dan masa
depan anak bangsa dengan berbagai macam cara.
10
siswa SD Muhammadiyah Gantong, Belitung, dengan 10 talenta berbeda adalah hidup
sejati Bu Muslimah. Hanya ikhlas mengabdi yang sanggup meningkatkan motivasi
belajar siswa dan mengembangkan bakat unik anugerah Tuhan. Untuk itu, sekolah
ditransformasi Bu Muslimah menjadi rumah yang nyaman (home) bagi siswa
di mana interaksi siswa-guru seintim anak-orangtua. Ikhlas dan welas asih
membuat Bu Muslimah diseru ibunda guru. Dia ibu di sekolah, mendidik dalam
mengajar. Sekolah menjadi mitra terpercaya keluarga karena kasih sayang
orangtua diperankan dengan begitu mengesankan oleh guru.
Mutu
guru merupakan syarat utama siswa berkualitas. Dalam keterbatasan, fasilitas
terpenting tidak tergantung pada sarana-prasarana sekolah, tetapi pada potensi
siswa. Bu Muslimah menumbuhkan potensi lalu memberikan kepercayaan penuh kepada
setiap siswa. Alam menjadi fasilitas terpenting sekolah, sumber inspirasi yang
digali penuh kreatif oleh setiap siswa. Alam menjadi kalkulator untuk
matematika, menjadi laboratorium orisinal untuk belajar biologi. Keterbatasan
sarana sekolah merangsang kreativitas siswa memanfaatkan ketakterbatasan
fasilitas alam di sekitar sekolah dan tempat tinggal mereka.
Sekolah
dengan fasilitas alam, guru bermoral serta siswa kreatif berkesetiakawanan
tinggi membuat anak didik Bu Muslimah memenangi karnaval dan cerdas cermat
sekaligus mengungguli sekolah negeri serta menumbuhkan simpati sosial. Nurani
guru tersentuh. Misi pendidikan tak sebatas mencetak siswa lebih pintar dari
guru. Dengan kecerdasan penuh rendah hati, Lintang, yang dituduh curang dalam
cerdas cermat mengajak guru mengakui keistimewaan di balik kebersahajaan.
Sekolah dengan fasilitas lengkap dan mewah berkemungkinan besar membuat
siswanya cerdas, tetapi barangkali tanpa karakter rendah hati, menghargai orang
lain, dan mengakui kekurangan diri. Bagi Ciputra, Pemilik Ciputra Group, Laskar
Pelangi menginspirasi guru untuk rendah hati mau dikoreksi bila keliru dan
bangga hati bila diprotes siswa. Tahu diri, rendah hati, dan bangga hati
merupakan modal sosial berwirausaha yang ditumbuhsuburkan sejak dini dalam
institusi pendidikan.
Tidak
adil memuliakan pengabdian mendidik tanpa menyebut kepala sekolah. Kepala
sekolah dalam Laskar Pelangi bukan bigboss yang sok wibawa
kepada guru dan siswa, yang suka main perintah dan selalu minta dilayani. Bagi
Pak Harfan, menuntut ilmu adalah hak siswa yang wajib dipenuhi dalam situasi
apa pun. Membersihkan kelas yang becek dan kotor akibat hujan dan kambing sepenuh
hati dilakukan Pak Harfan demi memenuhi hak belajar siswa sekaligus menunaikan
tanggung jawab mendidik guru. Ikut membersihkan sekolah tidak menurunkan
martabat kepala sekolah, tetapi justru menanamkan karakter kepemimpinan kepada
siswa, bahwa pemimpin, dalam institusi apa pun, terutama dalam pendidikan,
adalah abdi rakyat.
Salah satu sosok sangat populer dalam Islam
yang menerapkan model kepemimpinan abdi rakyat adalah Umar bin Khattab.
Khalifah kedua itu memanggul sendiri makanan untuk seorang ibu yang mengakali
anak-anaknya yang menahan lapar. Umar terbiasa blusukan dan sesegera mungkin
menentukan jalan keluar atas setiap persoalan di lapangan. Tak ada istilah asal
bapak senang (ABS) terhadap laporan fiktif yang dibuat bawahan. Tanggung jawab
seorang pemimpin abdi rakyat tak dapat didelegasikan kepada bawahan. Bagi Pak
Harfan, sekolah adalah tempat mengabdi sepanjang hayat, tempat mulia saat mati
menjemput.
Berkat
guru dan kepala sekolah seperti Bu Muslimah dan Pak Harfan, cita-cita 10 siswa
dari keluarga berlatar sosial ekonomi lemah untuk berpartisipasi dalam
kehidupan terus menyala menembus waktu dan lintas generasi. Tanpa pengabdian
ikhlas sepanjang hayat guru dan kepala sekolah, cita-cita, hak asasi yang tak
dapat dibatasi oleh siapa dan apa pun, akan lepas dari siswa, akan sulit
direalisasikan. Tanpa kepala sekolah dan guru yang hebat, sekolah hanya menjadi
tempat bagi siswa menghabiskan usia kanak-kanak dan remajanya. Kepala mereka
mungkin saja ditanami ilmu pengetahuan, tetapi hati mereka belum tentu
ditumbuhi keba(j)ikan.
Andrea
Hirata dengan pengalaman belajarnya hingga ke Paris serta dengan empat novelnya
(Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov)
ingin menyatakan bahwa pendidikan Indonesia, pertama, membutuhkan banyak guru
dan kepala sekolah sekaliber Bu Muslimah dan Pak Harfan dengan moralitas dan
totalitas mendidik untuk mewujudkan cita-cita putra-putri kaum duafa seperti
sopir angkot dan loper koran, kedua, berkontribusi optimal dalam kehidupan
dengan sains dan seni, ketiga, lebih banyak memberi daripada meminta.
Laskar
Pelangi
terdiri dari komponen pendidikan yang jika menurun apalagi hilang mutunya akan
membuat pendidikan tak layak disebut demikian. Mereka adalah guru dan kepala
sekolah yang ikhlasnya teruji sepanjang hayat serta siswa kreatif dengan
solidaritas konstruktif dalam berprestasi. Siapa pun tentu saja dapat atau
tidak termasuk Laskar Pelangi meski ia berada dalam lingkungan
pendidikan. Guru yang ikhlas mengabdinya inkonsisten, kepala sekolah berjiwa
feodal, penguasa daerah yang komitmennya rendah dalam memprioritaskan akses
pendidikan bermutu, kalangan mampu dan dunia usaha yang tak berkontribusi
signifikan mencerdaskan kehidupan bangsa, tentu bukan Laskar Pelangi,
para pengabdi atau pejuang pendidikan.*****
Penulis:
Dosen Tetap STIT Ya’mal Tangerang;
Pengurus ICMI Orda Kota
Tangerang;
Aumni UIN Sunan Kalijaga dan UGM
0 Response to "Inspiring Laskar Pelangi Jangan Jadi Laskar Koruptor "
Post a Comment