Mahar Politik, Panwaslu Akan Sulit Mengungkapnya

Latar belakang dukungan Parpol ke kandidat calon kepala daerah, tentunya didasarkan pada berbagai pertimbangan dan salah satu pertimbangan yang utama adalah dalam rangka konsolidasi organisasi partai politik itu untuk memenangkan Pemilu 2019. 

Pertanyaan akan muncul, ketika Parpol mencalonkan kepala daerah yang nota bene bukan kadernya, maka akal sehat akan susah menerima apabila dukungan tersebut hanya didasarkan pada integritas orang yang dicalonkannya, tanpa ada satupun keuntungan yang di peroleh oleh Parpol  tersebut, baik jangka pendek ataupu jangka panjang. 

Aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku tidak ada yang mengatur Partai Politik bisa mengontrol kepala daerah yang didukungnya ketika Pilkada, baik itu yang berasal dari kader maupun dari  luar. Sejarah sudah mencatat, migrasi kepala daerah, dari parpol yang mendukungnya di Pilkada ke parpol lain bisa dijumpai hampir diseluruh negeri. 

Kasus Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahya Purnama yang keluar dari Partai Gerindra adalah contoh kongkrit, hubungan antara Parpol pendukung dengan calon kepala daerah berakhir setelah proses Pilkada selesai.  Lalu apa latar belakang dukungan Parpol ke calon kepala daerah dari luar partainya, lha wong yang kadernya sendiri saja mbalelo...? 

Meskipun pasal 47 UU Nomor 8 tahun 2015 melarang adanya mahar politik dari calon kepala daerah ke Parpol, dalam prakteknya akan sulit dihindari.  Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) akan kesulitan mengungkap itu, karena akan sulit mendapatkan bukti dan saksi pelapor. 

Hal ini juga di perburuk dengan tidak adanya aturan hukum yang mengatur verivikasi dan audit terhadap latar belakang keputusan Parpol merekomendasikan seseorang untuk maju dalam Pilkada, sehingga kita masih banyak jumpai yang direkomendasikan adalah orang yang tidak pernah mendaftar dalam penjaringan bakal calon kepala daerah yang diselenggarakan oleh partai tersebut.

Publik pesimis, Pilkada Serentak 2015 akan menghasilkan kepala daerah yang berintegritas dan mampu melakukan pengelolaan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan, karena praktek jual dan beli perahu (baca ; Mahar Politik)  secara kasat mata bisa kita lihat dimana-mana. 

Partai Politik yang seharusnya berada di garda terdepan untuk mengevaluasi kinerja kepala daerah, malah terjebak pada politik transaksional dengan memberikan dukungan kepada raja-raja kecil di daerah.  Partai yang seharusnya dijadikan alat untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, malah disalahgunakan untuk membunuhnya  (c4)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mahar Politik, Panwaslu Akan Sulit Mengungkapnya"

Post a Comment