Kepala daerah dan DPRD harusnya tidak mengintervensi perusahaan daerah. Biarkan mereka berkembang profesional dan netral, jangan jadi mesin ATM Pemda. Permendagri yang mewajibkan intervensi Pemda dalam bentuk peraturan daerah (Perda).
Perusahaan daerah atau BUMD secara nasional rata-rata hanya memberikan kontribusi ekonomi sebesar 18% bagi daerah. Sedangkan 82% sisanya masih berupa uang dari BUMN (pusat) yang dipindahkan ke daerah. Kondisi inilah yang perlu dibenahi. Jika perusahaan bergairah, penyertaan modal pemda akan semakin besar.
Ada banyak undang-undang (UU) yang memberi peluang bagi BUMD untuk meningkatkan kinerjanya di daerah. Misalnya UU Nomor 21/ 2001 tentang minyak dan gas. Sejauh ini daerah yang mengkaji UU ini secara profesional baru Provinsi Jawa Barat.
Di Jabar, BUMN dan BUMD bersinergi mengelola proyek panas bumi (geothermal) yang merupakan energi terbarukan. Jika seluruh daerah di Indonesia bisa memanfaatkannya, maka keuntungan ekonomi akan terus masuk untuk daerah
UU Nomor 30/ 2009 tentang ketenagalistrikan. Yakni proyek listrik di bawah 10 mega watt (MW) sudah diserahkan ke daerah.
Peluang besar ini harusnya bisa dimanfaatkan untuk wilayah-wilayah pertambangan mineral dan batubara. BUMD yang sukses di bidang ini adalah PT Sumatera Power, yang merupakan gabungan dari BUMD listrik se Sumatera.
Contoh lainnya yang bagus yakni sinergi antara Pelindo I dan Pemda Sibolga dalam mengelola areal pelabuhan dan kios pemasaran hasil-hasil perikanan. Sebaiknya BUMD untuk membenahi internal perusahaan. Langkah berikutnya adalah membina hubungan lebih harmonis antara kepala daerah dan DPRD.
0 Response to "Editorial: Kenapa BUMD Sulit Berkembang"
Post a Comment