Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Transparansi
Anggaran Rakyat (GTAR) Banten telah melaporkan secara resmi ke Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait
kasus dugaan korupsi proyek pengadaan sarana mandi, cuci dan kakus (MCK)
yang dikemas dengan nama proyek pengadaan sarana air bersih pada Dinas Sumber
Daya Air dan Pemukiman (DSDAP) Banten.
LSM GTAR Banten melaporkan kasus ini ke KPK karena melihat
beberapa indikator dugaan tindak pidana
korupsi pada proyek MCK yang dianggarkan dari alokasi dana hibah tersebut.
Salah satunya adalah paket proyek MCK yang dianggarkan di
DSDAP Banten ternyata bertujuan untuk dibagi-bagikan ke anggota DPRD Banten.
Anggota DPRD Banten yang mendapat jatah proyek MCK tersebut menarik fee dari
setiap paket proyek antara 10-15 persen.
Bukan hanya itu, dalam mengerjakan proyek MCK tersebut,
pihak DSDAP Banten meminjam bendera pihak lain dan yang mengerjakan adalah
orang dalam DSDAP sendiri.
Aktivis LSM GTAR Banten Romy Syafrial, kepada SP, Kamis
(10/12) malam menjelaskan, pihaknya melaporkan ke KPK kasus dugaan korupsi dana
hibah untuk proyek MCK pada DSDAP Banten tahun 2014. Sedangkan proyek MCK pada
tahun 2015 masih dalam proses pengumpulan data untuk selanjutnya dilaporkan
lagi ke KPK.
Romy menjelaskan LSM GTAR Banten melaporkan kasus dugaan
korupsi proyek MCK di DSDAP Banten itu, pada tanggal 15 September 2015 lalu.
Pihaknya juga beberapa kali datang ke KPK untuk menjelaskan data proyek MCK ke
penyidik KPK.
“Pada APBD Banten 2014, jumlah proyek MCK di DSDAP Banten
mencapai 490 paket yang terdiri atas 165 paket pada APBD murni dan sebanyak 325 paket pada APBD perubahan.
Jumlah anggaran untuk membangun 490 titik proyek MCK tersebut mencapai Rp 49
miliar. Berdasarkan hasil investigasi kami ke lapangan, dari 490 titik MCK yang
dibangun sebanyak 200 lebih MCK tidak bisa difungsikan dan hanya dijadikan
gudang oleh warga. Selain itu, kami menemukan proyek MCK fiktif. Anggaran sudah
terserap 100 persen, tetapi bukti fisik pembangunan MCK di lapangan tidak
ada. Karena itu kami mendesak KPK untuk
segera mengusut kasus dugaan korupsi proyek MCK yang dibagi-bagikan ke anggota
DPRD Banten tersebut,” tegas Romy.
Menurut Romy, dalam Rancangan Anggaran Biaya (RAB) proyek
MCK tersebut, diatur bahwa pembangunan MCK harus dilengkapi dengan instalasi
air bersih dan instalasi listrik. Namun, ketika melihat realisasi fisik pembangunan
MCK di lapangan, yang ada hanya bangunan MCK tapi instalasi air dan instalasi
listrik tidak ada sehingga MCK tersebut menjadi mubazir.
“Kami sengaja melaporkan kasus ini ke KPK karena kami
percaya dengan kredibilitas KPK. Kami
tidak melaporkan ke Polda Banten atau Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten karena
proyek MCK itu juga dibagikan ke sejumlah oknum aparat penegak hukum di Banten.
Kami memiliki data otentik terkait proyek MCK ini dan semua data tersebut telah
kami serahkan ke KPK,” ujar Romy.
Romy membeberkan bahwa dalam data proyek MCK tersebut
terdapat sejumlah nama anggota DPRD Banten dan jumlah paket proyek MCK yang
mereka peroleh diantaranya Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah, Wakil Ketua DPRD
Banten SM Hartono yang saat ini ditahan KPK karena terlibat dalam kasus suap
pendirian Bank Banten.
“Mafia proyek APBD Banten akan terus berlanjut jika KPK
tidak turun tangan untuk mengusut kasus korupsi di Banten. Sebab, pada APBD
2015 murni, terdapat 630 paket proyek MCK dengan anggaran hibah yang dihabiskan
mencapai Rp 90 miliar. Pada APBD 2015 perubahan juga dianggarkan proyek MCK
tersebut. Proses pengerjaan proyek MCK tersebut sama persis dengan proyek MCK
pada tahun 2014. Kami berharap KPK segera melakukan penyelidikan terhadap kasus
ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Koordinator Lembaga Kajian Independen (LKI)
Banten Dimas Kusuma menjelaskan proyek pengadaan MCK atau paket proyek
pengadaan sarana air bersih di DSDAP Banten merupakan bagian dari jatah proyek
anggota DPRD Banten.
Jatah proyek bagi anggota dewan ini sudah pernah dikritisi
sebelumnya pada saat APBD 2015 sedang dalam proses disusun. Namun, pada
akhirnya jatah proyek buat anggota dewan tersebut tetap direalisasikan.
Dimas memaparkan, pada APBD 2015 terdapat
jatah proyek senilai Rp 1,5 miliar per anggota dewan, dan Rp 3 miliar
hingga Rp 5 miliar untuk pimpinan dewan.
Bukan hanya itu, untuk anggota dewan yang menjabat
sebagai ketua fraksi, ketua komisi,
ketua Badan Anggaran, ketua Badan Musyawarah (Banmus), ketua Badan Legislasi
(Banleg), ketua Badan Kehormatan (BK)
masing-masing mendapat tambahan jatah proyek senilai Rp 500 juta.
Sementara anggota dewan yang menjabat sebagai wakil ketua
dari alat kelengkapan dewan yang ada, masing-masing mendapat jatah tambahan
senilai Rp 250 juta.
Jadi, untuk anggota dewan biasa akan mendapat jatah proyek
Rp 1,5 miliar per orang, sementara untuk anggota dewan yang menjabat sebagai
ketua dari alat kelengkapan dewan termasuk ketua fraksi mendapat jatah Rp 2
miliar, dan yang menjabat sebagai wakil ketua alat kelengkapan dewan mendapat
jatah proyek senilai Rp 1,750 miliar. Sedangkan ketua dewan mendapat jatah
proyek senilai Rp 5 miliar, dan para wakil ketua dewan mendapat jatah proyek
senilai Rp 3 miliar.
Selain itu,
masing-masing anggota DPRD Banten juga mendapat jatah dana hibah dan bansos,
yang nilainya bervariasi dengan rata-rata masing-masing anggota mencapai
miliaran rupiah. Dana hibah atau bansos ini diberikan ke yayasan/lembaga yang
direkomendasikan atau diusulkan oleh masing-masing anggota dewan untuk
konstituen di daerah pemilihannnya.
Sementara itu, Ketua
DPRD Banten Asep Rahmatullah mengakui bahwa pihaknya memiliki paket proyek MCK
di DSDAP Banten sekitar belasan paket
dengan total nilai Rp 2 miliar.
“Yah benar, proyek MCK tersebut merupakan kegiatan aspirasi
dewan. Namun, jatah saya sudah dilaksanakan pada APBD murni. Proyek MCK
tersebut tidak memiliki perencanaan yang jelas.
Saya mendapat keluhan dari masyarakat bahwa pembangunan sarana MCK
tersebut menjadi mubazir karena tidak dilengkapi instalasi air dan instalasi
listrik,” jelasnya.
Asep juga mengakui, dana hibah terkait proyek MCK tersebut
tidak bisa dicairkan menyusul adanya SE Mendagri Nomor 900/4627/SJ yang
mewajibkan penerima harus badan atau lembaga atau yayasan yang berbadan hukum.
Sebab dalam realisasinya proyek MCK itu sasarannya adalah kelompok masyarakat
bukan lembaga/yayasan.
Secara terpisah,
Sekretaris Daerah (Sekda) Banten selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) Banten Ranta Soeharta mengatakan, dana hibah untuk proyek MCK itu
tidak bisa dicairkan karena terkendala aturan.
“Lebih baik kegiatan tersebut diundur ke 2016 mendatang
daripada harus berurusan dengan hukum. Peraturannya sudah jelas bahwa penerima
harus berbadan hukum. Kalau dipaksakan untuk dicairkan maka risikonya akan
berurusan dengan hukum,” tegasnya. [149/L-8]
0 Response to "LSM Laporkan Dugaan Korupsi Proyek MCK DSDAP Banten "
Post a Comment