KOTA TANGERANG - Data orang miskin
di Kota Tangerang bahkan seprovinsi Banten tidak akurat. Data yang digunakan
sekarang untuk penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Sehat
(KIS) dan Raskin menggunakan data hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang tidak obyektif.
Petugas
pendataan ketika itu bisa bersepakat dengan Ketua RT yang mendampinginya untuk
menentukan orang-orang yang akan didata. Sementara data PPLS 2015 hingga kini
masih diolah di pusat (Jakarta). Akibatnya penyaluran tersebut banyak yang
tidak tepat sasaran.
Penegasan
itu disampaikan Asisten Daerah (Asda) II Kota Tangerang, Tabrani dalam paparan Forum Group
Discussion (FGD) yang diselenggarakan Pemprov Banten dan Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia Organisasi
Daerah (ICMI Orda) Kota Tangerang, Kamis 02 Juni 2016 di Neglasari, Kota
Tangerang.
“Ada
orang yang layak menerima Raskin tetapi mereka tidak mendapatkan. Ada pula yang
tidak layak mendapatkan Raskin namun mereka menerimanya. Hal yang sama dengan
penyaluran PKH dan KIS. Ini data urusannya dari pusat,” ungkap Tabrani.
Dalam
penanganan masalah sosial di perkotaan, utamanya kemiskinan menurut Tabrani,
tidak melulu dari pemerintah pusat, Pemerintah Kota Tangerang pun melakukan
intervensi. Ia mencontohkan program bedah rumah yang digulirkan ke masyarakat
miskin biayanya itu dari Pemkot Tangerang.
Tabrani
mendengar keluhan masyarkat yang menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan namun mereka banyak kecewa, lantaran rumah sakit tidak mau
menerima untuk merawatnya. Menyikapi keluhan masyarakat tersebut, kini Pemkot
Tangerang tengah mengupayakan meningkatkan pelayanan dan fungsi Puskesmas menjadi
rawat inap.
Pemkot
dengan segala kekurangannya, lanjut Tabrani tetap konsisten menangani persoalan-persoalan sosial.
"Pemerintah
yang efektif, bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," ujar Tabrani.
Sementara
itu Ketua ICMI Orda Kota Tangerang, A Jazuli Abdillah dalam uraiannya menyoroti
konflik tanah rakyat yang berhadapan dengan kapitalis atau pengembang raksasa.
Banyak
terjadi, jelas Jazuli, pengembang raksasa dengan nafsu serakahnya mampu
mengatur segalanya dan menabrak Peraturan Daerah (Perda). Mereka melakukan
reklamasi situ/danau dan sungai untuk meraup keuntungan tanpa menghiraukan
dampak lingkungan yang terjadi pada masyarakat di sekitarnya. Ini kerap terjadi
sehingga masyarakat ekonomi bawah yang menjadi korban.
Dalam
kesempatan itu Jazuli pun menyinggung soal besarnya biaya yang dikeluarkan oleh
masing-masing pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah. Menurutnya, dalam
satu daerah bila gabung seluruh dana kampanye masing-masing pasangan calon maka
nilainya luar biasa besar, bisa mencapai ratusan milyar.
“Tapi
dampak dari perputaran uang Pilkada itu tidak menjamin rakyat menjadi sejahtera.
Padahal dalam Pilkada mengalir uang ratusan milyar,” jelas Jazuli.
Saat
ini, kata Jazuli yang dibutuhkan masyarakat Banten adalah peningkatan bidang
pendidikan, pelayanan kesehatan dan pembangunan infrastrukur. Diakuinya tidak
semua persoalan dapat diselesaikan oleh pemerintah. Untuk itu diperlukan peran
dan partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan persoalan bangsa.
“Tolok
ukur keberhasilan pemerintah bukan dari banyak penghargaan atau award yang diterima. Yang tepat adalah seberapa
banyak masyarakat hidup bahagia. Jadi tolok ukurnya adalah kebahagiaan hidup
masyarakat,” terang Jazuli Abdillah.
Dalam
acara tersebut selain Asda II Kota Tangerang Tabrani, Ketua ICMI Orda Kota
Tangerang A Jazuli Abdillah menghadirkan pula pembicara guru besar FISIP
Untirta Serang Ahmad Sihabudin, Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial pada
Dinas Sosial Kota Tangerang Syarifudin, Kepala Bidang Aspirasi dan Informasi
Publik pada Biro Humas dan Protokol Provinsi Banten.
- Ida Rosidah
0 Response to "Asda II Ungkapkan Data Orang Miskin tidak Akurat"
Post a Comment